Indoposnewsid_Maraknya kasus umrah mandiri dan umrah backpacker yang terjadi di Indonesia mendorong Kementerian Agama khususnya Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) untuk melakukan strategi sosialisasi secara intens, khususnya kepada media massa dan digital.
“Umrah mandiri sendiri adalah keinginan jemaah untuk melakukan ibadah umrah dan mengatur segala sesuatunya secara mandiri,” kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Jaja Jaelani dalam keterangannya.
Sementara umrah backpacker lanjut Jaja merupakan jemaah yang ingin berangkat umrah dengan budget dan bekal yang minim.
Jaja menegaskan Pemerintah Indonesia sendiri sudah melarang jemaah dalam melakukan ibadah umrah secara mandiri maupun backpacker karena bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 2019 pasal 86 yang khusus membahas tentang perjalanan ibadah umrah yang harus melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
“Selain itu, sudah merupakan tugas negara dalam melindungi keamanan warga negaranya, baik didalam negeri Maupun diluar negeri. Bagi jemaah yang belum pernah ada pengalaman ke Arab Saudi tentunya akan sangat berbahaya mengingat resiko riskan dalam menjalani ibadah umrah. Jika ada apa-apa, siapa yang akan bertanggung jawab atas keselamatannya?” kata Jaja.
Jaja menambahkan, kasus oknum umrah mandiri dan backpacker ini disinyalir ada peran PPIU didalamnya. Bila terbukti PPIU tersebut akan disanksi tegas dengan mencabut izinnya.Jika pelakunya juga seorang individu dan mengajak orang lain secara berkelompok, maka juga akan ditindak secara hukum.
Jaja menambahkan proses Visa Arab Saudi yang membolehkan visa turis untuk umrah memang cenderung bertentangan dengan regulasi di Indonesia.
“Ini semua membutuhkan kesadaran masyarakat secara penuh tentang kepastian perjalanan, proses umrah wajib diberangkatkan oleh PPIU, untuk menghindari pertambahan korban-korban lainnya yang terabaikan karena tergiur dengan harga murah dan tidak terjamin keamanannya,” kata Jaja.(edy)