Indoposnewsid_Anggota Komisi VII DPR RI M. Nasir mempertanyakan program alat memasak berbasik listrik (AML) berupa pemberian rice cooker oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada masyarakat.
Dijelaskannya, selama ini tidak diketahui siapa saja yang sudah mendapatkan alat tersebut dan siapa yang memberikannya.
“Proyek AML ini menurut saya proyek gagal, karena manajemen di Kementerian ESDM itu tidak siap dan tidak ada orangnya yang bertanggung jawab tentang regulasi, dan anggaran ini. Serta siapa saja yang ditugaskan dari Kementerian ESDM untuk memberikan alat tersebut, dan siapa saja yang sudah menerimanya,” ujar Anggota Komisi VII DPR RI, M. Nasir.
Hal itu diungkapkannya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Dirjen EBTKE dan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, di ruang rapat Komisi VII DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/3/2024).
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit program ini, agar clear. Karena ia menilai proyek ini tidak tepat sasaran. Bahkan, menurutnya, proyek tersebut tidak punya tanggung jawab siapa yang ditugaskan dari Kementerian ESDM yang ada di lapangan untuk bersama-sama dengan Komisi VII menerima barang tersebut.
“Jadi menurut saya, ini proyek abal-abal, tidak jelas. Anggarannya ada, disiapkan negara, sasarannya ada tapi regulasinya administrasi yang disiapkan Kementerian ESDM bodong. Uangnya dikeluarin, tapi orangnya tidak ada. Saya minta ini ada diaudit BPK karena harus dijelaskan, temuannya jelas bahwa administrasi Dirjen Ketenagalistrikan itu tidak ada di lapangan untuk menyaksikan penyerahan barang tersebut. Dan saya telepon Dirjen ini juga tidak bertanggung jawab, dilempar-lempar saja, diminta tanya direktur ini dan itu,” paparnya.
Hal tersebut berbeda dengan proyek PJU TS (penerangan jalan umum Tata surya) dari Dirjen EBT (energi baru terbarukan) di mana lampunya ada, barangnya ada, kontak person nya ada, dan complain juga ada. Bahkan sekalipun sampai hari ini barangnya ada yang belum terpasang. Tapi pihaknya menilai proyek tersebut jelas.
Selain itu Dirjen Ketenagalistrikan memaparkan bahwa program AML dari pemerintah merupakan insentif yang diberikan kepada rumah tangga yang memenuhi kriteria tertentu. Di mana dasar pelaksanaannya Peraturan Presiden nomor 111/22 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
RAB (rencana anggaran belanja) Produk AML sebesar 475.000 per unit, realisasi kontrak rata-rata sebesar 375.815 per unit. Terdapat efisiensi sebesar 99.185 per unit, karena perubahan pengadaan produk customize menjadi produk pasaran.
Distribusi melalui PT Pos Indonesia untuk 36 provinsi. Penawaran ongkos kirim PT pos sebesar 169.200 per unit. Realisasi ongkos kirim rata-rata sebesar 133.178 per unit, terdapat efisiensi penghematan sebesar 36.022 per unit.
Dengan begitu total pagu penyediaan AML sebesar 322,5 Miliar. Realisasi anggaran sebesar 176,06 Miliar, Sisa anggaran sebesar 146, 44 miliar. Sisa anggaran disebabkan jumlah pengadaan AML lebih sedikit dibandingkan target yakni 342.621 unit dari target awalnya sebesar 500.000 unit.