Indoposnewsid_Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah mendalami dugaan aliran uang kepada kepada 12 pegawai PLN yang berasal dari tiga tersangka kasus dugaan korupsi pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam pada PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIK SBS) tahun 2017-2022.
“Ke depan kami akan mendalami dari ke-12 pegawai ini untuk seperti apa nanti dari masing-masing orang ini di proyek ini. Jadi dia tugasnya seperti apa, kemudian juga nanti uang itu apakah ini memang ada kaitannya dengan proses pengadaan ini atau lain,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur dikutip dari antara, Rabu (10/7)
Asep mengatakan penyidik KPK akan mendalami terlebih dulu mendalami aliran uang tersebut dan memastikan apakah aliran uang tersebut ada kaitannya dengan proyek bermasalah itu.
Asep menerangkan nominal uang yang diterima oleh ke-12 pegawai tersebut bervariasi mulai dari Rp10 juta hingga Rp100 juta.
“Maksudnya lain itu, misalkan uang yang dikumpulkan oleh tiga orang tersangka ini mengalir ke orang tersebut apakah itu nanti dalam perkara tindak pidana korupsi atau dalam hal lain. Misalkan jual-beli, bisa saja kan jual beli atau mungkin pemberian sesuatu yang tidak diketahui oleh si penerimanya. Misalkan dia ada ulang tahun, diberi hadiah atau mungkin pernikahan, diberikan pada saat pernikahan. Nah itu kita akan dalami aliran dananya,” ujarnya.
Menurutnya, jika aliran uang yang diterima oleh para pegawai tersebut ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi maka KPK akan meminta para pegawai tersebut mengembalikan uang tersebut kepada negara.
“Apakah sudah diminta dikembalikan? Tentu. Tidak dikembalikan pun akan kami sita kalau itu ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi,” kata Asep.
Sebelumnya, pada Selasa (8/7), penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam pada PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIK SBS) tahun 2017-2022.
Sebelumnya, pada Selasa (8/7), penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam pada PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIK SBS) tahun 2017-2022.
“Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 9 Juli 2024 sampai dengan 28 Juli 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/7).
Tiga tersangka tersebut adalah General Manager pada PT. PLN (Persero) UIK SBS Bambang Anggoro (BA), Manajer Enjiniring pada PT. PLN (Persero) UIK SBS Budi Widi Asmoro (BWA), dan Direktur PT Truba Engineering Indonesia (TEI) Nehemia Indrajaya (NI).
Alex mengatakan perhitungan awal kerugian keuangan negara akibat perbuatan ketiga tersangka mencapai Rp25 miliar dengan nilai pastinya masih dalam perhitungan oleh pihak auditor.
“Saat ini auditor sedang merampungkan proses perhitungan final besaran kerugian negara dari perkara tersebut. Kerugian negara yang timbul kurang lebih sekitar Rp25 miliar,” ujarnya.
Lebih lanjut Alex menerangkan konstruksi perkara tersebut berawal pada 17 Januari 2018. Saat itu PT PLN (Persero) Pusat menyetujui usulan anggaran yang diajukan PT PLN UIK SBS yang di antaranya memuat anggaran pengadaan retrofit sootblowing sistem PLTU Bukit Asam tahun 2018 sebesar Rp52 miliar.
Selanjutnya pada Februari 2018 BA, BWA dan NI mengatakan pertemuan untuk membahas mengenai teknis material dan harga penawaran sootblower untuk rencana pekerjaan retrofit sistem sootblowing.
BWA selanjutnya menetapkan dan menunjuk NI sebagai calon pelaksana pekerjaan tersebut. NI kemudian menyusun spesifikasi teknis produk dan harga penawaran yang akan digunakan sebagai dasar pengadaan oleh PT PLN UIK SBS.
Pada 15 Februari 2018 NI mengirimkan spesifikasi teknis sootblower Type Blower F149 dengan harga penawaran sebesar Rp52 Miliar kepada BWA dan jajaran Divisi Enjinering PT PLN UIK SBS serta pihak PLTU Bukit Asam.
BWA kemudian merespon dan meminta pihak PLTU Bukit Asam agar menindaklanjuti data spesifikasi teknis dan harga penawaran tersebut dengan pembuatan kajian kelayakan proyek (KKP) sebagai dokumen dasar proses pengadaan yang diajukan oleh PLTU Bukit Asam.
Dokumen KKP dibuat oleh pihak PLTU Bukit Asam dengan back date tahun 2017 dengan spesifikasi teknis dan Rincian Anggaran Biaya (RAB) yang sama dengan harga penawaran dan selanjutnya disampaikan kepada Divisi Enjineering PT PLN UIK SBS.
Sekitar pertengahan 2018, terdapat kesepakatan antara NI dan BWA bahwa terhadap pengerjaan pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam akan dibuat penambahan harga sekitar Rp25 miliar dari penawaran awal Rp52 miliar.
BWA kemudian menyetujui skema penambahan harga/anggaran pekerjaan dengan cara seolah-olah terdapat penambahan dan perubahan spesifikasi teknis produk jenis sootblower dengan cara mengubah dokumen KKP dengan spesifikasi teknis sootblower yang berbeda dengan yang digunakan saat ini yaitu Type Smart Canon.
Pada Agustus 2018, Divisi Enjinering PT PLN UIK SBS dan BA mengajukan penambahan anggaran sebesar Rp25 miliar dengan dasar seolah-olah terdapat perubahan spesifikasi teknis sootblower dari Type Smart Canon ke Type F149 sehingga terbit SKAI nomor: 4407/KEU.01.01/DIR/2018, tanggal 7 November 2018, di mana di antaranya disetujui perubahan/penambahan anggaran pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam menjadi Rp75 miliar.
Pada Oktober 2018, NI menyiapkan data spesifikasi teknis dan harga penawaran blower Type F149 yang telah di-markup dari harga asli pabrikan, sehingga nilai keseluruhan pekerjaan sebesar Rp74,9 miliar yang dijadikan dasar pembuatan KKP oleh pihak PLTU Bukit Asam.
Proses lelang pengadaan kemudian dilaksanakan pada Oktober-November 2018 dengan PT TEI ditetapkan sebagai pemenang proyek tersebut.
Kemudian saat dilakukan audit, berdasarkan keterangan ahli terdapat indikasi kemahalan harga sebesar 135 persen dari nilai pengerjaan proyek sebesar Rp74,9 miliar. Biaya riil pengerjaan oleh PT TEI dalam pelaksanaan pekerjaan retrofit sootblowing tersebut sekitar Rp50 miliar, sehingga negara mengalami kerugian sekitar Rp25 miliar.
Atas perbuatannya ketiga tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.