Indoposnewsid_Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) berkomitmen mendukung lahirnya UMKM di sektor produksi (sektor riil) di tengah masifnya perkembangan teknologi digital sehingga UMKM semakin berdaya saing dan berkelanjutan.
Tercatat sampai saat ini UMKM yang sudah onboarding ke pasar digital lebih dominan reseller dibandingkan UMKM produsen.
Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif KemenKopUKM Fiki Satari mengatakan bahwa pemerintah menargetkan tahun ini sebanyak 30 juta UMKM dapat onboarding ke platform digital. Sampai dengan Desember 2023, sebanyak 25.292.701 pelaku UMKM atau sebesar 39,52 persen dari total UMKM sudah hadir pada platform e-commerce, atau setara 84,3 persen dari target.
Dari target tersebut, KemenKopUKM berharap jumlah UMKM produsen dapat terus bertambah sehingga mampu berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional khususnya dalam penciptaan lapangan kerja.
Dengan digitalisasi, UMKM berpeluang besar untuk terus meningkatkan kreativitas dan inovasi produknya sehingga dapat berkompetisi di platform digital.
“Kami ingin ekonomi digital melahirkan UMKM di sektor produktif dan sektor riil karena ini yang bisa menciptakan sumber ekonomi baru. Dengan model bisnis yang inovatif dipadukan digitalisasi maka UMKM kita akan tumbuh berkualitas,” kata Fiki Satari dalam keterangannya Sabtu (3/8).
Fiki menambahkan, potensi ekonomi digital yang begitu besar dengan nilai mencapai Rp877 triliun harus dapat dipastikan UMKM mendapatkan porsinya. Oleh sebab itu hadirnya berbagai platform ecommerce harus dapat dipastikan produk-produk yang diperdagangkan di dalamnya merupakan produk lokal atau bukan produk impor. Upaya ini dibutuhkan sebagai bentuk perlindungan UMKM dari serbuan produk impor karena berpotensi mematikan usaha lokal.
“Ini menjadi catatan kita bahwa ekonomi digital ini benefitnya diterima oleh siapa. Jadi keberpihakan di platform ecommerce ini dibutuhkan sehingga regulasi perlu diperkuat,” ucap Fiki Satari.
Selain mengoptimalkan pasar digital yang begitu besar, Fiki juga menyatakan strategi yang dapat dilakukan UMKM untuk bisa memiliki daya saing yang tinggi yaitu dengan melakukan agregasi dengan UMKM lainnya agar skala ekonominya bisa lebih besar. Kemudian UMKM perlu bermitra dengan pelaku usaha besar karena biasanya sudah ditetapkan standardisasi yang wajib dipenuhi oleh UMKM dalam berproduksi.
“Ada beberapa pendekatan yang sudah kami lakukan melalui inisiatif inkubator, enabler, aggregator, dan akselerator. Dengan mengoptimalkan peran mereka, maka produk UMKM bisa memiliki daya saing yang tinggi,” kata Fiki.
Sementara itu Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Muhammad Neil El Himam menambahkan bahwa landskap UMKM di Indonesia berubah drastis sejak adanya pandemi COVID-19. UMKM dituntut untuk menyesuaikan diri dengan memanfaatkan teknologi digital dalam menjalankan usahanya.
“Saat pandemi terjadi akselerasi yang sangat pesat karena semua orang bertransformasi ke arah digital termasuk UMKM untuk memasarkan produknya dengan adanya platform ecommerce,” kata Neil.
Beberapa subsektor UMKM yang tumbuh paling pesat di era teknologi digital terutama sejak pandemi adalah sektor kuliner, fesyen, dan kriya. Sejauh ini kontribusi ekonomi digital termasuk dari ketiga sektor tersebut terhadap PDB nasional mencapai 15-20 persen.