Indoposnewsid_Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya mengungkapkan menurunnya industri komoditas timah menjadi penyebab ekonomi Bangka Belitung terpuruk dalam beberapa bulan terakhir. Pasalnya, timah menjadi penyumbang produk domestik bruto (PDB) regional Bangka Belitung terbesar.
“Komoditas timah yang sedang tidak baik-baik saja. Timah menjadi penyumbang produk domestik bruto regional Bangka Belitung yang terbesar selama ini. Sehingga ada yang perlu kita bahas disini, tentu tidak jauh-jauh dari persoalan tata niaga pertimahan,” kata Bambang.
Hal itu diungkapkannya dalam Rapat dengar pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VII DPR dengan Plt. Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral, Dirut PT Timah Tbk, dan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Para Bupati di Bangka Belitung, serta Sekber Ormas Belitung Timur, di Senayan, Jakarta, Selasa (27/3).
Bambang mengakui bahwa kedatangan para kepala daerah Bangka dan Belitung itu sejatinya merupakan inisiasinya selaku wakil rakyat dari daerah pemilihan Bangka Belitung, yang begitu prihatin melihat keterpurukan ekonomi daerahnya.Akibat menurunnya komoditas timah.
Lantas, tata niaga pertimahan seperti apa yang diinginkan dan bisa menjadi solusi atas keterpurukan ini?
Menurutnya, yang utama masyarakat bisa bekerja, kedua aturan ditegakkan, negara dan daerah dapat pemasukan. Yang ketiga, lingkungan terjaga.
“Pada saat ini kita melihat, jangkankan para bupati, Dirut Timah pun ada keluhan dalam mengelola operasional Timah. Sehingga semua serba belum maksimal. Kami berharap, Pak Dirjen Minerba, hal-hal yang terkait dengan regulasi dan perizinan harus segara diuraikan,” tambahnya.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini mengingatkan bahwa dalam RDP Komisi VII DPR RI dengan Plt Dirjen Minerba sebelumnya disampaikan bahwa baru 12 Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), atau sebesar 44 ribu ton timah. Itu artinya masih setengah dari jumlah komoditas timahyang disetujui tahun 2023. Sehingga masih banyak lagi timah yang belum tereksplorasi.
“Kita tidak bisa semata-mata mengatakan karena proses penegakan hukum lalu kemudian semua drop. Tapi kami juga mendorong kepada bapak Dirjen Minerba beserta jajarannya, aspek legalitas untuk orang bekerja harus ada. Dengan kata lain, disini kami mendorong agar percepatan penerbitan RKAB sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika ada persoalan, kendala dalam penerbitannya, tentu harus dicarikan solusinya, sehingga tidak mandek,” jelasnya.
Sementara itu Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel) Safrizal ZA dalam rapat itu mengatakan diperlukan regulasi yang kuat atas penyerapan hasil produksi pertambangan rakyat ini.
Seperti dokumen lingkungan siapa yang harus menyusun. Siapa yang harus mengawasi, bagaimana dengan jaminan reklamasi. Jadi ada beberapa poin yang harus kita sepakati bersama, sehingga bisa didaftarkan di OSS (Online Single Submission).
Dijelaskan Safrizal bahwa saat ini perekonomian Babel menurun karena tersendatnya kegiatan pertambangan rakyat, salah satunya disebabkan akibat penyerapan produksi timah yang minim.
Hal itu berimbas pada penurunan jumlah ekspor tambang khususnya timah di Bangka Belitung bahkan mencapai 0 ekspor timah pada Januari 2024 lalu. Tentunya ekonomi masyarakat terkoreksi sangat dalam sehingga ini perlu didorong.
Sehingga dia menilai bahwa pertambangan rakyat diperlukan di wilayah tersebut untuk bisa membantu rakyat dengan modal terbatas bisa mendongkrak perekonomian di Babel.
Di Babel terdapat 167 ribu hektar lahan kritis akibat aktivitas pertambangan ilegal. Hal itu diperlukan upaya ekstra khususnya pada aturan yang ketat terkait jaminan reklamasi.
“Kami masyarakat Babel, berharap pertambangan timah yang melibatkan rakyat agar bisa dimulai kembali. Agar rakyat hidup kembali terutama yang bekerja di sektor pertambangan, namun tetap diperlukan pengaturan yang kuat atas penyerapan hasil produksi pertambangan rakyat ini,” katanya.