Indoposnewsid_Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengapresiasi pimpinan BRIDA dari Provinsi Jateng yang bisa menjadi praktek terbaik untuk pengelolaan Kekayaan Intelektual (KI) khususnya, dengan mendirikan Sentra KI.
Hal itu diungkapkannya saat membuka Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) BRIDA/BAPPERIDA Tahun 2024 yang mengusung tema Penguatan Manajemen Riset dan Inovasi Daerah di Gedung BJ Habibie Jakarta, pada Rabu (7/8).
Sampai saat ini sudah ada 18 provinsi dan 112 kabupaten/kota yang telah membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) maupun Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPERIDA).
Hal ini merupakan kebanggaan bagi BRIN, dan atas nama keluarga besar BRIN mengapresiasi seluruh pimpinan daerah yang telah mendukung pembentukan BRIDA dan BAPPERIDA di daerahnya masing-masing.
Selanjutnya, BRIDA Provinsi Sulawesi Tenggara yang sudah mulai proses penyusunan science based policy atau kebijakan pembangunan di daerah yang basisnya itu adalah data dan iptek. Tentu juga BRIDA Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang sudah dipercaya untuk mengelola SDM, bahkan mengelola jabatan fungsional (jafung) analis kebijakan, selain yang terkait riset dan inovasi.
Dalam pengelolaan IDSD, ada BAPPERIDA Kabupaten Madiun, BAPPERIDA Kabupaten Tanggamus, BAPPERIDA Kota Pangkal Pinang, BAPPERIDA Kota Dumai, dan BRIDA Provinsi Sulawesi Tengah.
“Pertama, pembentukannya tidak boleh dipaksakan. Sehingga akan berpotensi dalam membebani daerah. Itu sebabnya BRIN bersama Kemendagri memutuskan untuk membuka opsi BAPPERIDA. Kalaupun tidak menjadi OPD tersendiri, itu bisa digabungkan dengan BAPPERIDA,” katanya.
BRIDA bukan ditujukan untuk menjadi lembaga riset, ini yang paling penting. Ini yang paling membedakan BRIDA dengan BALITBANGDA, sebagian besar BRIDA itu dikonversi dari BALITBANGDA.
“Kalau BALITBANGDA dulu itu orientasinya menjadi lembaga litbang, tetapi BRIDA tidak diorientasikan menjadi lembaga litbang. Kita sudah mengalami masalah sedemikian besar dengan terlalu diecer-ecernya sumber daya untuk melakukan riset dan inovasi,” tegasnya.
Dirinya menegaskan, di level nasional sudah ada 79 lembaga yang akhirnya diintegrasikan ke dalam BRIN termasuk Kemenrisetk, 4 lembaga riset besar di Indonesia, dan berbagai balitbang kementerian.
“Jadi jangan terjadi lagi sumber daya riset dan inovasi yang sedemikian terbatas itu dipencar-pencar lagi ke berbagai daerah. Karena riset itu tidak perlu dilakukan di setiap daerah, tapi hasil riset inovasinya yang harus disebarkan ke semua daerah, cukup dilakukan di satu tempat tapi harus berhasil,” ucapnya.
Handoko juga menyinggung tentang Indeks Daya Saing Daerah (IDSD), yang menurutnya IDSD itu disusun, dikembangkan, dievaluasi, diperbaiki oleh BRIN melalui Deputi Kebijakan Riset dan Inovasi, dan Deputi RID yang mengimplementasikan serta memanfaatkannya
“Di dalam IDSD ada 4 pilar, 16 indikator, dan banyak turunannya itu memang didesain untuk membantu bapak ibu memotret diri sendiri. Deputi RID secara khusus menyampaikan berbagai kategori IDSD, karena IDSD itu adalah instrumen yang sebaiknya harus dimanfaatkan untuk mengukur, mencari kelemahan, kelebihan, dan potensi daerah, ukurlah dari situ,” jelasnya.
Itulah yang namanya science and evidence based policy, lanjutnya, basisnya itu data, dan bukti basisnya ilmu pengetahuan. Jadi bukan basis preverensi atau sifatnya impulsive dari individu, dan sebagainya.
Sementara itu Yopi Deputi RID BRIN menerangkan, selama ini sudah ada program yang telah dan akan dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas BRIDA di setiap daerah.
”Pertama, terkait bagaimana menguatkan SDM iptek di daerah terutama di pemda. Kemudian, memperkuat bagaimana cara melakukan perumusan pelaksanaan pelaporan kajian berbasis bukti untuk perencanaan pembangunan daerah. Selanjutnya, mendorong bagaimana pengelolaan KI di daerah karena nanti impak ekonominya sangat luar biasa. Terutama di daerah banyak potensi, banyak produk jadi kalau bisa ada KI sehingga impak ekonominya semakin kuat,” rincinya.
BRIN juga sudah merilis IDSD. Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi dasar agar daerah bisa memotret, melakukan pererencanaan lebih kuat, dan itu semua kita dampingi,”katanya.